Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan menegaskan kemungkinan adanya penundaan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan. Penundaan ini karena pemerintah ingin memberikan bantuan sosial atau stimulus terlebih dahulu masyarakat kelas menengah dan bawah.
Menurut Luhut, pemerintah akan terlebih dahulu memberikan berbagai kebijakan stimulus untuk mendongkrak ekonomi masyarakat. Stimulus itu ia sebut akan diberikan dalam bentuk subsidi listrik dengan skema nontunai.
"Jadi, sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah, mungkin lagi dihitung dua bulan, tiga bulan, supaya jangan jatoh," ucap Luhut.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menyebut pemerintah masih dalam proses merumuskan teknis kebijakan itu. Terkait bansos, utamanya akan mengutamakan kondisi kelas menengah dan masyarakat yang rentan mengalami kemiskinan.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) meminta pemerintah meninjau ulang rencana itu. Anggota Komisi Informasi Pusat (KIP), Rospita Vici Paulyn pun juga meminta pemerintah mempertimbangkan kembali karena rencana PPN 12 persen ini juga akan merugikan masyarakat.
Sebagaimana diketahui, kenaikan PPN menjadi 12% merupakan amanat yang ada dalam UU HPP yang telah disahkan Presiden Jokowi pada Oktober 2021. Aturan ini memerintahkan PPN naik menjadi 11% pada April 2022 dan dilanjutkan dengan kenaikan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.
Rencana kenaikan PPN ini mendapatkan penolakan dari kalangan ekonom maupun pengusaha. Dengan kenaikan ini, Indonesia akan menjadi segelintir negara dengan tarif PPN paling tinggi di Asean. Para ekonom dan pengusaha khawatir, kenaikan ini akan semakin menekan daya beli masyarakat yang belum pulih dari pandemi COVID-19. (Istimewa/FIN)
Komentar