Nur Fatia Azzahra, di usia 22 tahun, telah membuktikan bahwa impian dapat terwujud meskipun dihadapkan pada tantangan besar. Sebagai seorang tunadaksa, Fatia berhasil menjadi salah satu siswa Bintara Polri yang diterima melalui jalur disabilitas di Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan) RI.
Keberhasilannya ini menunjukkan bahwa keterbatasan fisik tidak menghalangi seseorang untuk mencapai cita-cita yang diidamkan. Sejak kecil, Fatia mengalami perundungan yang disebabkan oleh kondisi fisiknya. Di sekolah dasar, ia kerap dibully oleh teman-temannya karena tidak dapat ikut bermain voli.
"Waktu SD, saya pernah di-bully karena tidak bisa ikut olahraga voli. Mereka mengejek saya secara verbal," ungkap Fatia.
Saat menghadapi perundungan di sekolah, Fatia hanya bisa menangis. Namun, orang tuanya selalu berusaha mengangkat semangatnya dan tidak membiarkannya terpuruk dalam kesedihan.
"Ayah dan ibu selalu bilang kalau saya ini istimewa. Mereka mengingatkan saya untuk tidak pernah merasa minder atau malu. Mereka bilang, 'Buktikan kalau kamu bisa,'" kenang Fatia.
Dukungan yang kuat dari orang tuanya menjadi pilar penting dalam hidupnya. Mereka selalu mengingatkan Fatia akan keistimewaannya dan mendorongnya untuk tidak merasa rendah diri. Hal ini membantu Fatia membangun mental yang tangguh dan kepercayaan diri untuk terus maju, meskipun banyak rintangan yang harus dilalui.
Setelah menamatkan pendidikan dengan predikat cumlaude dari Universitas Islam Indonesia (UII), Fatia menemukan harapan baru ketika Polri membuka jalur penerimaan Bintara untuk penyandang disabilitas.
"Saya cari tahu sendiri informasi tentang penerimaan ini lewat Instagram. Awalnya orang-orang tidak menyangka saya ingin jadi polisi, karena mereka pikir saya akan melanjutkan studi S2," ungkapnya sambil tertawa kecil.
Langkah inklusif ini diambil oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang percaya bahwa penyandang disabilitas mampu menjalankan tugas kepolisian dengan baik. Peluang ini menjadi titik balik bagi Fatia, membuktikan bahwa pendidikan dan dedikasi dapat mengubah nasib, serta membuka jalan bagi impian yang sempat terpendam.
Kini, Fatia berdiri tegak bersama rekan-rekannya dalam pelatihan kepolisian, siap untuk menjalani pendidikan dan pelatihan sebagai calon polisi. Dengan semangat yang menggebu, ia menunjukkan bahwa keberhasilan tidak tergantung pada fisik, melainkan pada tekad dan usaha yang tidak kenal lelah.
Perjalanan Nur Fatia menjadi inspirasi bagi banyak orang, mengingatkan kita bahwa keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya, tetapi justru bisa menjadi awal dari pencapaian yang luar biasa. (DEF/FIN)
Komentar