Aksi aktivis lingkungan cilik asal Gresik, Aeshnina Azzahra Aqilani menuai pujian, lantaran ia meminta pengirim sampah plastik Uni Eropa seperti Belanda, Jerman, Perancis, Italia, Norwegia dan Denmark untuk menghentikan ekspor sampah plastik. Ia juga meminta negara Uni Eropa bertanggungjawab melakukan rehabilitasi dan pemulihan ekosistem yang telah tercemar akibat aktivitas daur ulang sampah plastik.
âMikroplastik dan bahan berbahaya pengganggu hormon mencemari Sungai Brantas, Kali Porong dan Kali Surabaya akibat daur ulang sampah kertas dan plastik dari negara-negara Uni Eropa, jadi mereka harus ikut bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang dirasakan di Indonesia. Sungguh tidak adil bahwa kita negara berkembang harus mengolah sampah dari negara maju,â ungkap Aeshnina dalam acara The Social Forum of The Human Right Council yang digelar di lantai II Ruang 202 Shaw Centre, Ottawa Kanada.
Society of Native Nations merupakan organisasi yang didirikan oleh sekelompok kecil penduduk asli di Texas dengan anggota di banyak negara bagian yang berdedikasi untuk melakukan advokasi bagi masyarakat dan bumi dengan membantu melindungi dan melestarikan budaya, spiritualitas, ajaran, pengobatan, dan cara hidup asli.
Aeshnina lebih lanjut menjelaskan bahwa setiap tahun ada lebih dari 5 juta ton sampah kertas dan jutaan ton sampah plastik yang didaur ulang di Indonesia, padahal industri daur ulang tidak memiliki kapasitas pengolahan limbah yang baik berakibat pencemaran mikroplastik dan bahan aditif plastik di perairan, padahal air sungai yang dibuangi limbah pabrik daur ulang menjadi bahan baku air minum dan irigasi untuk perikanan ribuan Hektare tambak di Sidoarjo.
âHal ini tidak adil!, negara maju harus menghentikan mengirim sampah plastiknya ke Indonesia dan negara berkembang lainnya di ASEAN, Negara di Eropa tahu jika daur ulang itu kotor dan membutuhkan energi tinggi dalam proses kerjanya,â ujar Nina. (Istimewa/FIN)
Komentar