Nama Taylor Swift semakin mengglobal. Padahal dalam film documenter Miss Americana (2020), ia pernah berkata soal kekhawatiran kala itu adalah kesempatan terakhir baginya bisa meraih kesuksesan seiring usia yang menginjak 30 tahun.
The Eras Tour, yang berisi perayaan 18 tahun kariernya, terentang dalam 152 pertunjukan dengan satu malam berlangsung selama 3,5 jam dan 44 lagu. The Eras Tour juga mampu memecahkan rekor sebagai konser terlaris sepanjang masa dengan pendapatan akhir diprediksi menyentuh US$2 miliar.
Hal itu belum termasuk dengan berbagai rekor musik, dijadikan materi kuliah berbagai kampus terkenal di dunia, masuk museum rekor, hingga yang paling nyata adalah banyak orang mendadak menjadi Swiftie.
Prestasi Swift meraih 'golden era' seperti ini terbilang langka. Banyak musisi pop, terutama perempuan, mengalami penurunan karier seiring dengan usia yang makin menua.
Kemampuan Swift menggaet pasar lewat musik. Swift menjadikan musik sebagai buku hariannya. Bahasanya sederhana, mudah dimengerti, dan penuturannya cenderung deskriptif yang detail dan membantu pendengar menggambarkan situasi dalam benak.
Swift menjadikan musik sebagai buku hariannya. Bahasanya sederhana, mudah dimengerti. Kisah yang dibawakan Swift juga terbilang masalah 'sejuta umat', yakni menyampaikan perasaan yang sulit digambarkan dengan kata-kata, kecuali Swift yang melakukannya.
Swift pernah menyinggung hal ini dalam Miss Americana (2020). Kondisi itu membuat dia harus "menciptakan dirinya sendiri" setiap dua tahun atau setiap kali merilis album. Perubahan tema dan konsep setiap album atau yang kemudian dikenal sebagai era ini pada akhirnya menguntungkan Swift, lantaran berhasil melaluinya.
Resep Swift bisa melakukan hal tersebut karena ia selalu berinovasi tanpa menghilangkan esensi karya dan jati dirinya: menulis lagu yang mampu beresonansi dengan pendengar. Hal ini diakui oleh akademisi musik School of Music and Dance University of Oregon, Toby Koenigsberg.
Swift adalah idola yang tak sungkan berusaha memahami penggemarnya. Ia tak sungkan ikut online di media sosial, menyukai dan membaca postingan fan, bahkan ikut nimbrung di kolom komentar ketika fan sedang live seperti saat era reputation (2017).
Dengan memahami penggemar, Swift juga memahami pasarnya. Dengan begitu, setidaknya, Swift akan mampu mengelola dan menjaga mereka untuk tetap mendukung dia kala merilis album. Belum lagi dengan berbagai Gimik marketing yang dilakukan Swift setiap kali merilis album. Setiap album pun memilliki Gimik yang berbeda-beda.
Menghadapi Scooter Braun, Swift memilih merekam ulang semua album lawasnya dan memberi sejumlah bonus seperti lagu yang belum pernah dirilis sebelumnya, dan kualitas musik yang jauh lebih baik.
Hasilnya? Album-album rerecording yang dikenal dengan cap Taylor's Version itu mampu mencetak rekor penjualan, mengalahkan album-album baru yang dirilis.
"Saya pikir itu salah satu gerakan branding paling genius yang pernah dilakukan siapa pun," kata akademisi Teori Musik School of Music and Dance University of Oregon, Drew Nobile.
Saya pikir itu salah satu gerakan branding paling genius yang pernah dilakukan siapa pun," kata akademisi Teori Musik School of Music and Dance University of Oregon, Drew Nobile.
Wajar pula bila kekuatan Taylor Swift dan penggemar yang selalu ada di belakangnya membuat banyak negara 'mendadak jadi Swiftie' menginginkan ia datang lewat The Eras Tour karena mampu meningkatkan ekonomi setempat, terutama usai terhantam pandemi. (VIN/SOF)
Komentar