Sejalan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47 Tahun 2024, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu kini memiliki wewenang untuk memantau rekening nasabah di atas Rp1 miliar. Penerbitan aturan tersebut sebagai upaya untuk menghindari kemungkinan terjadinya penghindaran pajak.
Adapun, nominal pemilik rekening yang bisa diintip isinya oleh Ditjen Pajak ialah sebesar Rp 1 miliar. Hal ini telah dituangkan dalam Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2018, yang menggantikan batasan sebelumnya dalam PMK 70/2017 sebesar Rp 200 juta.
Pemilik rekening bank yang bisa diintip isinya oleh otoritas pajak pun dilarang bersekongkol dengan bank untuk menutup akses tersebut. Pasal 7 PMK tersebut menyebutkan pihak lembaga jasa keuangan juga wajib menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan untuk setiap Rekening Keuangan yang agregat saldo atau nilai rekening keuangannya melebihi US$ 250.000.
"Bank merupakan salah satu jenis lembaga keuangan pelapor informasi keuangan dan berkewajiban untuk melakukan identifikasi rekening keuangan (due diligence) serta melaporkannya kepada DJP seusai standar yang berlaku," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti
Adapun pihak-pihak yang melakukan persekongkolan untuk menghalang-halangi Direktorat Jenderal Pajak mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan tersebut, akan kehilangan layanan pembukaan rekening baru hingga transaksi di per bank.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo berhak untuk memantau informasi di dalam rekening nasabah di atas Rp1 miliar. Suryo menyampaikan, penerbitan aturan itu bertujuan untuk memastikan validitas data perpajakan di Direktorat Jenderal Perpajakan (DJP). Dia menegaskan, validitas data sangat diperlukan untuk kepentingan perpajakan.
âKita mencoba untuk mengatur, memberikan dan menjaga validitas data yang akan kita dapatkan. Dipertukarkan menjadi lebih valid secara kualitas dan ketepatan. Apabila ada kesepakatan yang dilakukan untuk menghindarkan data dan informasi yang dipertukarkan, kami berhak untuk mengevaluasi,â ungkap Suryo Utomo. (Istimewa/FIN)
Komentar