Seorang warga Medan, Hanter Oriko Siregar, baru-baru ini mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas persyaratan tes TOEFL dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan pekerjaan di perusahaan swasta di Indonesia.
Gugatan ini didaftarkan pada 28 Oktober 2024 dengan nomor perkara 159/PUU-XXII/2024. Hanter berpendapat bahwa ketentuan wajib TOEFL untuk CPNS telah menghambat haknya secara konstitusional, terutama dalam melamar di lembaga pemerintah seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hanter mengungkapkan bahwa setelah beberapa kali mencoba, skor TOEFL tertingginya hanya mencapai 370, jauh dari syarat minimum yang diperlukan. Hal ini menyebabkan dirinya gagal dalam proses pendaftaran CPNS, meski ia ingin melamar sesuai dengan kompetensi dan jurusan pendidikannya, bukan sebagai penerjemah.
"Pemohon mendaftar CPNS dan melamar pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan jurusan yang dipilihnya, bukan untuk menjadi penerjemah bahasa," ujarnya dalam permohonan yang dikutip dari situs resmi MK, Rabu (13/11).
Dalam gugatannya, Hanter menilai bahwa persyaratan TOEFL bagi calon ASN atau pekerja di Indonesia tidak sejalan dengan hak konstitusional dan berpotensi diskriminatif. Menurutnya, lembaga pemerintah dan perusahaan di Indonesia seharusnya lebih menjunjung tinggi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan daripada menekankan penguasaan bahasa asing. Ia menyoroti bahwa penggunaan bahasa asing dalam persyaratan pekerjaan bisa menyebabkan ketidakadilan dan merugikan para pelamar yang tidak memiliki kemampuan bahasa asing tingkat lanjut.
Lebih jauh, Hanter juga menyebut bahwa kewajiban tes TOEFL telah memunculkan berbagai masalah, mulai dari maraknya pemalsuan sertifikat hingga menjadikan tes ini sebagai ladang bisnis semata. Ia berargumen bahwa meskipun menguasai bahasa asing merupakan suatu prestasi, menjadikannya sebagai persyaratan mutlak yang harus dipenuhi untuk melamar pekerjaan dalam negeri adalah hal yang berlebihan dan melanggar konstitusi.
"Menjadikan bahasa asing sebagai tolok ukur kelayakan dalam pekerjaan dan pendidikan tidak sejalan dengan konstitusi Indonesia," katanya.
Hanter berharap MK mengabulkan permohonannya untuk menyatakan Pasal 35 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan dan Pasal 37 UU Aparatur Sipil Negara bertentangan dengan UUD 1945.
Ia meminta agar pemerintah memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang setara untuk bekerja di dalam negeri tanpa harus bergantung pada persyaratan bahasa asing. (DEF/FIN)
Komentar