Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah memutuskan untuk tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelarangan Kekerasan terhadap Hewan Domestik dan Larangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka panjang 2025-2029. Keputusan ini diambil dalam rapat kerja bersama pemerintah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/11).
Anggota Baleg DPR, Firman Soebagyo, menyatakan bahwa usulan RUU ini dianggap tidak relevan dan tidak mendesak untuk dibahas. Menurut Firman, keberadaan keanekaragaman budaya di Indonesia, termasuk konsumsi daging anjing di beberapa daerah, menjadi salah satu alasan utama mengapa RUU tersebut dinilai tidak perlu.
"Saya bukan pemakan anjing, tapi kita tahu di Tanah Air ini dengan keanekaragaman dan kebhinekaan, ada daerah tertentu yang mengonsumsi anjing. Tidak semua hal harus diatur dalam undang-undang, apalagi yang bersifat kontroversial seperti ini," ujar Firman.
Firman juga menilai bahwa DPR tidak seharusnya terlalu mengakomodasi usulan dari organisasi non-pemerintah (NGO) tanpa mempertimbangkan urgensi dan dampaknya.
"Kita harus berani di depan NGO. Tidak semua usulan mereka rasional, dan kita harus memprioritaskan RUU yang benar-benar mendukung kinerja pemerintah," tegasnya.
Menurutnya, pembahasan RUU semacam ini hanya akan memperpanjang daftar Prolegnas tanpa memberikan manfaat nyata. "NGO ini kita tahu kepentingannya untuk siapa. Tidak ada nilai elektoral bagi partai politik," tambah Firman.
Keputusan Baleg ini juga mempertimbangkan untuk tetap mendukung kesejahteraan hewan secara umum dengan memasukkan RUU tentang Kesejahteraan dan Perlindungan Hewan ke dalam Prolegnas. Firman menegaskan bahwa hak warga negara untuk menjalankan kebiasaan budaya, termasuk konsumsi daging tertentu, harus dihormati dalam kerangka keberagaman Indonesia.
Dengan demikian, usulan pelarangan perdagangan daging anjing dan kucing secara spesifik telah resmi dicabut dari daftar Prolegnas jangka panjang mendatang. (DEF/FIN)
Komentar